Beranda Karya COPET TAK MAU BERDOSA

COPET TAK MAU BERDOSA

97
0

Cerpen, Ainaya Istigfara 10 TB

Peluh keringat yang berkucur bercampur segarnya air yang baru saja disiramkan sang empu tepat diwajahnya.Lelahnya badan dan baju putih sakral yang setengah basah itu menjadi perpaduan yang sangat memuaskan, menggambarkan seberapa keras ia berlatih hari ini. Setelah rutinitas extranya itu berlalu Riky menghela nafas Panjang dan memejamkan matanya menikmati lelahnya yang menjalar di sekujur badannya

“IKYYYYY…!!!!” Jerit seseorang tepat dibelakang Riky, dan suara melengkingnya itu sudah begitu familiar di telinganya.

“Cepat ayo pulang! Ayah sama Bunda udah nunggu di depan” Ajaknya yang sekarang sudah berada tepat disamping Riky dan sudah bersiap dengan tas bawaannya yang sudah tertata rapi.

 

Kendaraan roda empat itu melaju dengan kecepatan sedang, satu keluarga termuat didalamnya. Sepasang orangtua dan anak kembarnya

“Dua hari lagi bulan Ramadhan, kalian gak taekwondo kan selama puasa?” Tanya memecah keheningan.

“Iya nda, udah free, gak Latihan sampe habis lebaran” Sahut Riky.

“Heem, ini yang terakhir” Sambung Rika sembari menganggukkan kepalanya.

“Itu artinya besok kalian ada tugas tambahan” Timpal Ayah yang masih meluruskan pandangannya, menjaga fokusnya mengemudi mobilnya. Ke dua alis anak-anak itu berkerut setelah mempertanyakan apa yang dimaksud sang ayah.

“Kalian harus belanja kebutuhan dapur buat stok bulan Ramadhan besok!” Cetus Bunda.

Raut wajah ke dua anaknya itu berubah masam, membayangkannya saja sudah muak, sudah terbayang dipikiran mereka masing masing, begitu melelahkan.

Rambu-rambu lalu lintas menunjukkan giliran warna merah yang menyala. Mobil mereka pun tak luput dari deretan kendaraan yang terjebak menunggu lampu itu berganti gilir warna hijau. Hampir di detik-detik lampu hijau akan menyala, keriuhan terjadi tepat di trotoar pinggir jalan, hanya dengan mata telanjang pun dapat diterka kalau terjadi penjambretan yang menyebabkan keriuhan itu. Banyak warga yang mengejar jambret itu, tak memberikan kesempatan sedikitpun untuk lolos, bahkan tak sedikit warga yang membawa senjata seperti tongkat besi, balok jayu dan banyak lagi lain lainnya.

“Sukanya kok main hakim sendiri” Tukas Rika.

“Ya itu namanya spontanitas, coba aja kalau kita kejambret pasti reflek ngejarkan? Nggak mungkin diem dulu, mikir, terus nelfon polisi” Sahut Riky.

“Ya ngapain harus bawa senjata, terus rame rame gitu, kan bisa yang ngejar satu atau dua orang aja, terus yang lain nelfon polisi” Cicit Rika.

“Senjata itu kan mungkin juga buat ngelindungin diri, gak menutup kemungkinan juga kalau jambretnya bawa senjata juga, lagian kamu ngapain sih ngurusin orang lain” Sarkas Riki.

Ayah dan Bunda hanya menghela nafas kasar mendengar perdebatan yang tak bosan anak-anaknya suguhkan untuk orangtuanya itu. Hal sekecil apapun itu sangat berpotensi untuk menimbulkan pertengkaran yang begitu dahsyat, dan ke dua tak ada yang mau mengalah.

“ IKYYY…! IKAAA…! Lanjutin aja lanjutin, nanti Bunda daftarin lomba debat.” Bunda melemparkan tatapan mautnya, gemas dengan tingkah putra putrinya yang selalu ada saja tingkahnya.

“Jangan dong nda, takutnya nanti menang” Riky hanya cengar-cengir, sepertinya dirinya sadar akan bakat debat yang sangat mengkhawatirkan itu.

“Oiya, Ayah, besok aku sama iky disuruh belanjakan?” Tanya Rika dengan menaik turunkan ke dua alisnya.

“Heem, terus? Langsung bilang aja, gausah dikasih bumbu-bumbu basa basi gitu!” Tukas Ayah. Ia tahu putrinya itu memiliki maksud yang terselubung. Lampu hijau itu sudah menyala mobil mereka Kembali melaju melanjutkan perjalanannya.

“Aku sama iky boleh gak dikasih uang tambahan buat donasi” Tanya Rika penuh was-was.

“Donasi? Buat?”

“Ada tournament yah, terus butuh uang yang gak sedikit buat biayanya, soalnya eventnya gede banget, bahkan kalau menang giftnya gak main-main” Jelas Rika.

Ayah mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan Rika.

“Harusnya yang bayar itu yang mewakili tournament itu, tapi yang dipilih ikut tournament itu kurang mampu dalam hal materi, sedangkan pelatihnya kekeh banget harus ikut serta, satu-satunya yang mampu buat ngadepin event ini Cuma dia, jadi temen-temen sepakat buat donasi aja” Sambung Riky. Ayah terlihat berfikir sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya menyetujui permintaan anak-anaknya.

“IKYYYY…!IKAAA…! itu kunci mobil, uang sama daftar belanjaannya udah Bunda siapin diatas kulkas!” Telinga mereka berdenging mendengar lengkingan suara Bunda yang amat kha situ. Ke duanya sekarang bersiap untuk menjalankan misinya ‘ BELANJA BAHAN STOK RAMADHAN’ “itung-itung buat nyenengin Bunda” Pikirnya.

Ke duanya berjalan beriringan menuju keluar rumah, menghampiri Bunda yang sedanf ceria menyiram tanaman, tak lupa setelah mereka mengambil kunci mobil,uang dan daftar belanjaan itu.

“Iya nda, kita pamit yaaa, assalamualaikummm…”

“Iya waalalikumsalam, hati-hati ya anak-anak comel”

Selalu saja begitu, cubitan di pipi tak pernah tertinggal oleh Bunda. Sepertinya Bunda masih belum sadar atau lebih tepatnya menolak untuk sadar kalau anak-anaknya sudah beranjak besar, tapi apapun itu, setiap perlakuan Bunda dan Ayah selalu mengalirkan kehangatan di dalam relung hati mereka yang begitu menenangkan.

Dua puluh lima menit berlalu, dan kini mereka telah sampai di pusat perbelanjaan di kotanya. Rika segera mengeluarkan daftar belanjaan yang telah disiapkan oleh Bundanya itu, lalu merekapun mulai mengamatinya.

“Busettttt!!!! Ini beneran daftar belanjaan? Udah kayak list haluku aja, numpuknya minta ampun” Bukan apa-apa, tapi Riky tak menyangka kalau benar benar sebanyak ini ditambah lagi dengan berbagai ketentuan seperti harus beli yang varian inilah itulah, harus bera kilolah, harus inilah, harus itulah. Hal itu sepertinya menjadi tugas yang amat berat untuk anak SMA seperti mereka.

“Udah, gapapa, kita pasti bisa, yok! MY TRIP MY ADVANTURE!” Sorak Rika heboh.

“Semangat mat, kamu ajalah, aku bantu jadi tim hore aja” Protes Riky.

“Idih, sayangnya gak segampang itu nak” Sanut Rika sambil menepuk bahu kembarannya itu.

Mereka mulai kelimpungan mencari setiap apa yang tertulis di daftar itu, menyusuri setiap sudut, mengabsennya tanpa melewatkannya.

Ke duanya memutuskan untuk berbagi tugas dan berpencar untuk menyingkat waktu, dan sepakat untuk bertemu kembali dikasir. Membutuhkan waktu yang tak singkat untuk mendapatkan centang disetiap opsi belanjaan itu, dan itu sangat melelahkan

Tiga jam mereka habiskan untuk mendapatkan semua barang yang dicari, dan sekarang waktunya sesi pembayaran berlangsung, yang tiba dikasir terlebih dahulu adalah Rika, yang didepannya terdapat tiga troli yang penuh dengan barang barang random, hingga akhirnya Riky menyusul menghampiri Rika.

“Ish! Kamu kok satu troli dang sih? Dikit amat!” Protes Rika melihat Riky yang hanya mendorong satu troli itu. Riki melirik tajam lalu menunjuk kea rah belakang, tak jauh darinya terdapat dua troli sisanya.

“Hehehe,,,aku kira” Ucap Rika.

Selesai membayar di kasir, mmereka memutuskan untuk segera Kembali ke rumah. Mereka tak mau lagi berlama-lama disini.

“Gila ya! Sebanyak ini aku gak mau ya bolak balik ngangkut ini ke mobil!” Gerutu Rika.

“Ya mau gimana lagi,” Pasrah Riky.

“Capet kyyyy,,,tenagaku udah habis terkuras tak tersisa” Ucapa Rika mendramatisir keadaan.

“Ada yang bisa saya bantu?” Sahut seseorang tiba-tiba.

Mereka serempak menoleh kearah sumber suara, dan ke duanya sempat tercengang tak percaya.

“Bagaimana? Saya bersedia menjadi jasa angkut barang, dibayar seikhlasnya.” Lanjutnya.

Lamunan mereka buyar, takt ahu ingin berkata apa, seoertinya pikiran ke duanya sama dan mereka juga sama-sama bimbang, ingin menjawab apa. Mereka harus bagaimana?

“Ah iya, boleh boleh…” Ucap Riky. Pria itu akhirnya tersenyum ramah.

“Barangnya mana aja kalo boleh saya tahu?” Tanyanya.

“Ini semua pak, mobilnya di parkiran paling ujung yang ada stiker doraemonnya ya pak!” Pesan Riky.

Pria itu segera mengangguk ramah, lalu mulai mengangkut barang-barang itu dan melangkah menuju mobil yang dituju,dan ketika presensi tubuhnya sudah tak terlihat Rika dan Riky serempak saling menatap.

“Bukannya itu….” Ucap Rika.

“Iya ka, itu jambret kemaren” Timpal Riki.

         Menonton televisi bersama keluarga ditemani indahnya suasanya malam memang hal yang begitu indah,bercerita,bercanda tawa,berkeluh kesah bersama dengan penuh keharmonisan. Tak pernah ada yang bosan dengan saat-saat seperti ini. Seperti sekarang ini, Ayah,Bunda,Riky, dan Rika sedang menonton film action yang sama sama mereka gemari.

“Oooooohhhh, jadi ini pelakunya….” Gumam Ayah.

“Kenapa yah?” Tanya Rika.

Ayah sedang mengamati ponselnya seperti ada suatu hsl yang terjadi.

“Ini lho, tadi habis maghribkan Ayah sama warga lain kerjabakti bersis bersih masjid, buat persiapan besok Ramadhan, terus pak Ramdan nyari-nyari korak amal, tapi awalmya nggak ada yang ngeh kalau kotak amalnya nggak ada, sampe akhirnya warga-warga pada panik gara-gara kehilangan kotak amal, di cctv udah dicek pun gak ada hasilnya, cctvnya dirusak, kayaknya sih ini emang pencurian berencana, dan ternyata anaknya pak Supri diam-diam liat pelakunya, terus difoto, ini nih pelakunya. Mau dilaporin ke pak ustadz tapi pak ustadznya lagi ke luar kota, takut ngganggu urusannya.” Jelas Ayah Panjang lebar, lalu menyodorkan ponselnya menunjukkan foto pelaku pencurian kotak amal itu.

“Loh, ini bukannya pak Budi?” Heran Rika.

“Pak Budi? Siapa pak Budi? Kok kamu tahu?” Ujar Bunda.

“Iya nda, pak Budi, jambret yang kemarin itu. Bunda sama Ayah masih ingat kan?” Ayah dan Bunda serempak mengangguk mengiyakan.

“Kok kalian bisa kenal sama dia?” Tanya Ayah keheranan.

“Kemarin itu dia nawarin aku sama Rika jasa angkut barang, pas belanja kemarin itu kan barangnya banyak banget tuh, aku kewalahan udah capek juga, jadi aku nerima tawarannya terus jadi kenal deh” Sahut Riky.

“Aneh, tadinya njambret, terus jadi tukan angkut barang, sekarang nyuri kotak amal, gak bener emang. Gak kapok-kapoknya diamuk warga” Geram Rika.

“Besok kita coba samperin dia harus tanggung jawab” Putus Ayah.

Pagi sekali Ayah Riky dan Rika memutuskan untuk mulai mencari keberadaan pak Budi, tujuan pertama yaitu pusat perbelanjaan kemarin, akan tetapi untuk saat ini mungkin mereka akan mencari di beberapa pasar pagi disekitarnya. Karena dari satu-satunya informasi yang didapat yaitu ‘BUDI MENJADI JASA TUKANG ANGKUT’ dan jika dipikir-pikir di pasar pasar tradisional justru lebih membutuhkan jasa itu.

Di parkiran pasar itu penuh dengan kendaraan dan para pedagang sayur keliling yang sedang membeli stok jualannya. Dari sudut ke-sudut Netra mereka menjuru ke berbagai penjuru parkiran.

“AYAH! IKA!” Panggil Riky. Yang dipanggilpun menoleh.

“Itu! Itu pak Budi!” Serunya.

Ayah yang baru saja menoleh melihat pak Budi spontan melototkan mata, dan tanpa pikir lama lagi Ayah langsung melesat kearahnya. Rika memijat dahinya pening, Riky pun juga terheran-heran dengan tragedi didepannya. Ada keriuhan lagi, banayk orang-orang yang sedang melerai dua orang yang sedang beradu otot itu.

Kembali lagi pemandangan ini memutar memori mereka ke kejadian beberapa hari lalu, Dimana melihat pak Budi membawa sebuah tas dan sedang berkelahi dengan satu pria yang tampak lebih muda darinya, apa itu penjambretan lagi.

“Capek aku ky, disuruh mikir gini, sebenarnya orang baik atau manipulatif sih!” Geram Rika pasrah.

“Gaada yang nyuruh kamu mikir!” Ketus Riky.

“Ya habisnya sih, kemarin njambret, terus jadi jasa angkut, terus nyuri kotak amal, terus balik lagi jadi jambret. Konsepnya gimana sih! Haram, halal, haram, terus haram lagi gitu?” Lanjut gerutunya.

Dari hasil amatan bocah-bocah itu mereka melihat Ayahnya itu berhasil melerai perkelahian itu, dan terlihat juga beberapa warga sudah bubar mereka satu per satu mulai meninggalkan area itu hingga kondisi benar-benar sepi dan kondusif.

Riky melangkah dahulu meninggalkan Rika yang mendengus kesal karena ia ditinggal sendiri, Rika mulai menyusul Riky dan menyamakan langkahnya. Saat dilihat dari jarak yang lumayan dekat ini sepertinya pak Budi tak baik-baik saja, ada banyak luka lebam di wajahnya serta beberapa goresan-goresan ditubuhnya.

“Maaf ya yah kita gak bantu tadi, Malah cuma nonton doang” Sesal Riky.

“ Ya justru gapapa dong, bagus, kalian gak boleh ikut ikut” Jawab Ayah.

Sebenarnya Rika dan Riky sudah tau, mereka sudah bisa memikirkan dan menimbang, mana yang baik dan mana yang merugikan, kalau saja mereka mengikuti ayahnya sejak tadi sudah dipastikan kalau mereka hanya akan menyusahkan saja.

“Jadi gimana yah?” Bisik Rika.

Ayah sedikit melirik ke arah pak Budi yang masih menunduk seolah ia benar-benar enggan menatapnya sedikitpun.

“Udah gapapa ayo pak, ikut saya aja” Ajak Ayah ramah.

Tunggu! Kenapa sekarang Ayah terlihat begitu ramah tanpa ada noda amarah sedikitpun, berbeda seperti saat awal tadi saat mereka akan menghampiri Budi. Ah entahlah! Mengapa kondisi sekarang semakin memusingkan?.

Ayah mengajak Budi menuju mobilnya, Riky mencekal tangan Ayahnya ia meminta penjelasan tentang semua ini. Ayah hanya mengangguk lalu melirik sekilas kearah mobil mereka. Riky cukup paham kalau itu kode agara mereka mengikuti Ayahnya saja. Dan apa boleh buat lagi selain mengikuti perintah ayahnya itu?. Tidak ada!

Hening. Tak ada obrolan sedikitpun di antara orang-orang yang berada di mobil itu. Bagaimana bisa Riky dan Rika bebas berargumen kalau pokok pembucaraannya saja sekarag berada di mobil juga.

“Kita mau kemana yah?” Tanya Rika.

“Ke rumah pak ustadz” Jawab Ayah singkat.

“Loh bukannya pak ustadz ke luar negeri?” Tanya Rika.

“Udah pulang kok tadi malam” Ucap Ayah.

Alis bocah kembar itu menaut, apa maksudnya? Mengapa harus ke pak ustadz? Ingin di ruqyah?.

“Bapak gak usah khawatir, gapapa kok” Ujar Ayah.

Budi hanya menghadap Ayah sebentar lalu mengangguk sekilas dan setelah itu tak ada perbincangan yang keluar lagi di mulut setiap orang yang berada di mobil itu.

 

“Hahaha iya, saya sudah kenal dengan pak Budi sekitar beberapa hari lalu” Tutur ustadz Rizal.

Sekarang Ayah yang akhirnya pusing, niatnya ingin membawa Budi kepada pak ustadz untuk memberikan ruang kepada Budi menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tentang tragedi kotak amal itu. Niat itu sirna ketika Budi bertemu dengan ustadz Rizal dan mereka justru bersambut ria.

Dan mereka mulai berbincang-bincang dengan Ayah yang hanya bisa mengikuti alur pembicaraan yang Budi dan ustadz Rizal ciptakan. Dan disisi lain Riky dan Rika hanya bisa mati kutu tak ada pergerakan.

 

Flashback on…

 

COPETTT!..COPEEETT!!!…

Satu kata itu menciptakan perubahan kondisi yang begitu drastis di sekitar persimpangan jalan yang sedang ramai kendaraan yang berlalu-lalang. Ibu-ibu yang menggandeng satu anaknya yang masih balita itu menunggu situasi jalan yang memungkinkan untuk dirinya dapat menyebrang, akan tetapi lampu lalulintas itu masih hijau.

Dering ponsel milik Asih membuyarkan fokusnya, ia mengambil ponselnya yang berada di dalam tasnya, mengyambungkan telefonnya itu dengan orang yang ada di Seberang sana.

Satu detik…dua detik…tiga detik…

“COPEETTTTT!!!!….” Teriak Asih.

Tas selempangnya itu direbut secara paksa, hanya dalam hitungan detik tas itu raib.

Dan peristiwa yang disaksikan oleh Ayah, Bunda, Riky, dan Rika terjadi persis seperti itu.

Banyak warga yang mulai menanggap teriakan Asih hingga keriuhan mulai terjadi. Satu banding berbondong orang, Budi tak bisa berkelit, ia tertangkap dan penghakiman secara sepihak itu terjadi.

“Sudah bapak-bapak, biar copetnya saya yang tanggung jawab, saya minta tolong saja ya, tolong sampaikan pada korban yang dicopet kalau saya yang tanggung jawab dan saya jamin semua akan Kembali dengan utuh” Sela ustadz Rizal di Tengah-tengah kerumunan warga itu.

Warga itu mulai memencar, tak sedikit dari mereka mencaci tindakan Rizal, menggerutu dan berprotes dibelakang. Tak heran karena hasrat mereka belum terlaksana, tapi itu semua tak Rizal ambil pusing.

Rizal segera mengajak Budi untuk ke rumahnya, rumah bernuansa klasik dengan halaman yang rindang memancarkan hawa yang begitu damai.

“Saya percaya pak, terkadang memang kondisi yang memaksa kita untuk bertindak melewati batas, akan tetapi tak ada kata telat pak untuk berubah menjadi lebih baik” Ujar Rizal.

 

Flashback off….

 

Semua sudah terjawab! Tak ada lagi yang mengganjal di hati. Kunci dari semua pertanyaan pertanyaan dan perasaan yang mengganjal di hati itu memang berada pada Budi.

“Ya ampun pak, andai aku tau kalo bapak ini bapaknya Samra, saya gak akan ada tuh suudzon-suudzon sama bapak” Cicit Rika.

“Ya mau gimana lagi, samra itu anak saya satu-satunya, ibunya sudah lama ninggalin saya pergi sama orang lain. Samra suka banget sama taekwondo. Dan kalo saya lihat-lihat potensinya di bidang bela diri itu besar, jadi pas dia bilang mau diikutin tournament saya ndukung-ndukung aja.” Jelas Budi.

“Yeeee makannya  kalo mikir itu yang positif-positif” Sahut Riky.Rika hanya menjulurkan lidahnya menanggapi saudaranya yang begitu gemas nan imut itu.

Tak ada keheningan lagi. Sekarang semua ikut bercerita ria, di kediaman ustadz Rizal dengan berbagai suguhan yang disiapkan oleh istrinya, semua menuangkan argumennya tanpa ada keengganan hati.

“Masalah anak bapak itu gampang. Sekarang kita perbaiki semuanya ya, besok udah Ramadhan, kita harus memperbanyak amal kita, pahalanya udah dijamin gedeeee banget” Seru Rizal. Semua mengangguk antusias mengiyakan.

“Tapi kenapa pak Budi sampe kepikiran buat nyopet?” Tanya Riky kembsli ke topik awal.

“Ya soalnya yang paling instan ya Cuma itu, yang terlintas diotak saya juga Cuma itu. Ditambah lagi habis ini kan Ramadhan, dibulan ramadhankan setiap perbuatan maka akan dilipatgandakan berlipat gandakan pahalanya?. Nah saya makanya saya langsung bergersk buat nyopet soalnya saya nggak mau kalau nanti saya nyopetnya pas Ramadhan dosa saya dilipat gandakan” Kilahnya.

“Makanya saya cepet-cepet nyopet sebelum bulan Ramadhan, terus niatnya lagi,kalo saya udah punya rezeki saya mau ngembaliin uang yang saya copet itu pas lebaran, biar dimaafin sama korbannya, kan kalo lebaran pasti maaf-maafan, jadi dosa saya ilang deh” Lanjutnya dengan memamerkan deretan giginya yang sudah mulai ada yang ompong itu.

Seketika tawa pecah saat itu juga mendengar alasan itu. Rizal tak henti-hentinya menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Ya allah….pak, pak…hebat juga ya, gak mau dapet dosa gede” Ujar Rizal.

“Tapi konsepnya itu kurang tepat, nanti saya jelaskan deh” Lanjutnya.

“Bener banget itu, serahkan semuanya pada ustadz kita,” Sorak Ayah

“Eh btw, masalah kotak amal itu gimana?” Tanya Riky.

Sempat terjadi keheningan sebentar akan tetapi keheningan itu segera Budi pecah.

“Kalo itu biar ustadz Rizal saja yang menjelaskan” Serah Budi.

Sekarang semua atensi beralih pada Rizal menunggu penjelasan yang benar-benar valid darinya

“Jadi gini, kemarin itu setelah saya membantu pak Budi, pak Budi jadi kayak seolah berhutang budi banget gitu sama saya, padahal mah biasa aja. Terus pak Budi bilang kalau ada apa-apa yang membutuhkan bantuan dia siap membantu gitu. Nah kebetulan saya kemarin butuh kotak amal itu, pas-pas an juga pak Budi sedng ada di masjid, terus saya minta tolong dia buat bawa kotak amal itu ke rumah. Saya posisinya buru-buru banget pas itu karena mau ada urusan di luar kota itu sampe-sampe lupa ngabarin warga kalau kotak amalnya ada di rumah saya. Saya gak nyangka sih bisa sampe seheboh ini gara-gara kotak amal.”Jelas Rizal.

Semua yang mendengar itupun merasa lega. Memang semua hal itu sulit untuk ditebak, kini mereka sudah tak ada yang merasa terbebani, semua sudah terungkap, semua petanyaan dan opini-opini itu telah terbuktiksn oleh fakta yang mencengangkan.

“Maafin saya ya pak Budi, sempet berprasangka yang enggak-enggak, pokoknya minta maaaaffff banget atas semua kesalahan saya” Sesal Rika. Riky yang disampingnya pun turut meminta maaf kepada Pak Budi. Juga Ayah yang juga turut dalam kesalahpahamna  ini.

“Wah-wah belum lebaran udah maaf-,maafan aja, udah nyicil ngilangin dosa aj” Sambung Rizal.

“selesai nih yaaa…udah gak ada masalah lagi kam?, nah berarti kita saatnya menyambut bulan Ramadhan tahun ini dengan segera memperbaiki diri dan mendekatkan diri pada yang kuasa” Final Rizal.

“Besok buat takjil gratis yok! Itung-itung langkah awal kita mendekatkan diri sama allah. Ajak juga itu samra sekalian oke?” Seru Ayah

“HOREEEEEEE TAKJIL GRATISSS…..” Soraknya ramai

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini